Generasi awal Muslim di Britania Raya
Entah
kenapa akhir-akhir ini saya lebih tertarik mendalami sejarah peradaban islam di
berbagai belahan dunia. Semakin banyak yang saya baca semakin saya takjub
dengan para generasi muslim pertama yang menjadi pencetus lahirnya islam di negara
tersebut, yang saya maksud bukan pada jaman Nabi ya tapi di era abad 20. Kali ini
saya melirik Inggris atau Britania Raya sebagai bahan tulisan saya. Bukan tanpa
sebab karena saya melihat islam begitu berkembang pesat di daratan Eropa ini
utamanya di London,Inggris. Saya dengar semakin banyak Masjid berdiri di London
dan bahkan sudah ada adzan pula.
Dalam
tulisan saya kali ini saya tidak akan membahas tentang fenomena melesatnya penganut
Islam di Inggris namun saya lebih tertarik dengan sejarah awal generasi muslim
pertama yang berasal dari negeri Britania Raya ini. Generasi awal inilah yang
membuka jalan Islam di Inggris hingga berkembang seperti sekarang dimana
walikota London juga seorang Muslim keturunan Pakistan yah meskipun beberapa
kebijakannya ada yang tidak sesuai dengan aturan Islam namun hal tersebut bisa
dipahami karena London tidak menganut hukum Islam dan penduduknya juga terdiri
dari berbagai macam agama sehingga sang Walikota berusaha untuk mengayomi semua
kepentingan warga nya dan menjaga perdamaian.
Pada akhir era Victoria, Inggris mengenal
adanya dinasti besar di Timur yang penduduknya sebagian besar adalah penganut
Islam. Dalam tulisan Lord Headley, seorang negarawan dan penulis terkemuka
Inggris, perkembangan kerajaan di Timur dan agama Islam yang mereka anut
rupanya menarik minat banyak orang Eropa untuk berkunjung.
Lord Headley sendiri sempat menulis buku
tentang kebangkitan Barat atas Islam. Saat ia menghabiskan beberapa tahun di
India, Lord Headly justru menjadi penganut Muslim dan mengubah nama menjadi
Rahmatullah al-Farooq atau Lord Headly al-Farooq.
Sama seperti Lord Headly al- Farooq, generasi
awal Muslim Inggris merupakan kalangan aristokrat atau saudagar terpandang yang
berhijrah menjadi Muslim. Di antara mereka yaitu:
1. William
Quilliam (1856-1932)
Salah satu mualaf dari golongan atas Inggris adalah
William Quilliam yang merupakan putra dari tokoh Gereja Methodist dan pembuat
jam ternama di Liverpool. Lahir sebagai seorang Methodist pada 1856, William
sempat pergi ke Maroko, Tunisia, dan Aljazair saat berusia 17 tahun.
Di sana, ia tertarik dan belajar tentang
Islam. Ia lalu bersyahadat di Maroko dan kembali ke Liverpool dengan
menggunakan nama Abdullah Quilliam. Pada usia 20-an, Quilliam mendirikan masjid
pertama di Inggris yang dibuka bersamaan dengan Natal 1889 di Liverpool. Pada
1894, raja terakhir Dinasti Turki Utsmani, Sultan Abdul Hamid II, mengangkatnya
sebagai kepala komunitas Muslim Inggris.
Karya Quilliam ditanggapi dengan kemarahan dan juga
kebencian. Jahangir Mohammed mengatakan kebencian dan kemarahan orang terhadap
Quilliam semakin meningkat setelah ia mendirikan masjid dan upayanya untuk
pindah agama berhasil.
"Ia berhasil mengajak 200 warga lokal dan 600 orang di
seluruh Inggris untuk pindah agama dan ia menghabiskan banyak waktu melakukan
syiar tentang Islam dan bahwa Islam bukan agama setan," kata Mohammed.
"Karena ia berhasil dan warga Kristen pindah ke Islam,
banyak yang memusuhinya." "Orang datang dan menyerangnya. Mereka
melempar kepala babi, silet, batu. Sejumlah di antara mereka dipicu oleh para
pendeta, dan sebagian lain oleh media, namun ia tetap menghadapinya."
Serangan ini dihadapi Quilliam dengan mendirikan "media
Muslim pertama". "Ia menanggapi serangan itu di media dan memproduksi
karya jurnalisme Muslim pertama," tambah Mohammed.
"Ia mendorong warga Muslim untuk menulis dan angkat
bicara. Ia mengajukan petisi ke Ratu Victoria agar pandangannya didengar."Tulisannya
menjadi bacaan penting dan salah satu bukunya Faith of Islam memiliki tiga
edisi yang diterjemahkan dalam 13 bahasa.
Buku itu sangat populer dan bahkan Ratu Victoria juga
memesan buku itu untuk dirinya dan juga untuk cucu-cucunya.
Profesor agama dari Universitas Hope Liverpool, Ron Geaves,
mengatakan bukan hanya tulisannya yang membantu mengubah pandangan publik
tentang Islam. Quilliam sempat menulis buku tentang Islam
dan mengirimkan salinannya kepada Ratu Inggris.
Ia mempresentasikan Islam dalam cara yang sangat rasional
dan menarik bagi warga pada zaman Victoria yang saat itu sangat memperhatikan
sisi ilmiah."
Karya Quilliam menjadikannya diangkat sebagai Sheikh
ul-Islam untuk Kepulauan Inggris oleh penguasa Ottoman Sultan Abdul Hamid II
pada 1894 dan diakui oleh Shah Persia serta Emir Afghanistan sebagai pemimpin
Musim Inggris.
Namun tingginya intoleransi agama menyebabkan Quilliam dan
para pengikutnya akhirnya pindah dari Inggris ke Istambul pada 1908. Ia kembali
lagi ke Inggris dengan nama Haroun Mustapha Leon dan menetap di Woking, sampai
ia meninggal pada 1932.
Pada tahun 1999, kelompok Muslim dari Merseyside mendirikan
Masyarakat Abdullah Quilliam untuk mempertahankan peninggalannya. Jahangir
Mohammed mengatakan Quilliam adalah panutan bagi Muslim di Inggris.
"Masjid ini sangat penting karena merupakan masjid
pertama di Inggris. Pusat aktivitas Islam pada zaman Ratu Victoria dan lahirnya
Islam di Inggris."
"(Quilliam) menunjukkan bahwa merupakan sesuatu yang
mungkin untuk menjadi Muslim di negara ini. Ia adalah panutan," kata
Mohammed.
Quilliam
wafat di London pada 1932 dan dimakamkan di Permakaman Brookwood yang kemudian
jadi permakaman Muslim Inggris ternama.
2. Lady
Evelyn Cobbold (1867-1963 M)
Lady Evelyn merupakan aristokrat terakhir era Victoria
yang menjadi mualaf. Lahir di Edinburgh, Skotlandia pada 1867, Lady Evelyn
adalah putri dari Earl of Dunmore ketujuh. Meski putri bangsawan, Lady Evelyn
dikenal hebat dalam beberapa olahraga.
Ia banyak menghabiskan masa kecilnya di
Aljazair dan Mesir. Dibesarkan oleh pengasuh Muslim, Lady Evelyn menulis, ia
sudah merasa menjadi Muslim sejak kecil. Namun, keputusan menjadi Muslim justru
muncul saat ia bertemu paus di Italia. Saat paus menanyakan agamanya, secara
spontan Lady Evelyn menjawab, "Islam". Sejak itu, ia meneguhkan tekad
untuk belajar Islam dan menunaikan ibadah haji.
Memasuki usia 65 tahun pada 1933, ia menjadi
mualaf dan menjadi wanita Barat pertama yang melaksanakan haji ke Baitullah. Ia
bahkan menuliskan pengalaman hajinya dalam buku Pilgrimage to Mecca. Menjelang
wafat pada 1963, ia meminta agar nisannya diberi tulisan: Allah adalah Cahaya
di Surga dan Dunia.
Sebagai negara yang mayoritas
penduduknya memeluk kepercayaan Anglikan, berita kepergian Evelyn Cobbold ke
Mekkah itu membuat kaget masyarakat Inggris, terutama penduduk kota Suffolk.
Mengingat
Evelyn Cobbold berasal dari keluarga bangsawan Suffolk yang berpengaruh. Kabar
tersebut mengiasi pemberitaan media-media di Inggris saat itu, sejumlah media
bahkan menempatkannya sebagai headline di halaman depan.
Lady Evelyn mengakui, ibadah haji
memiliki pengaruh yang sangat besar dalam kehidupannya. Ia pun merasa takjub
dengan ritual ibadah rukun islam ini. Bayangkan! Seseorang menceburkan diri
dalam kelompok manusia yang begitu besar dengan jumlahnya mencapai jutaan orang
lalu dengan segala kerendahan hati, khusyuk dan tunduk bersama-sama memuji,
membesarkan, mensucikan Allah, dan datang dari segenap penjuru dunia
untuk melakukan ibadah suci di tempat yang suci. Ujarnya
Mengunjungi
negeri tempat awal munculnya agama Islam dan menyaksikan tempat-tempat
besejarah dalam perjuangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, menjadi
pengalaman yang hebat sepanjang hidup. Dari pengalaman ini, saya terdorong
untuk mencoba kehidupan Beliau. Sambungnya
Ia juga
melihat ibadah haji sebagai sarana untuk memperkokoh rasa persaudaraan di
kalangan kaum Muslimin di seluruh dunia, perbedaan warna kulit dan jarak antara
satu dan yang lain tidak menjadi penghalang, segala perbedaan kesukuan dan
mazhab dikesampingkan pada saat itu.
Kesatuan
akidah umat Islam telah menjadi persaudaraan yang kokoh dan kuat, persaudaraan
yang telah memberikan inspirasi kepada mereka untuk dapat mewarisi kebesaran
nenek moyang mereka.
Pengalamannya
selama menunaikan haji ini kemudian ia tuangkan dalam sebuah buku yang berjudul “Pilgrimage to Mecca”. Buku ini di liris
pertama kali pada tahun 1934, seiring perjalanan waktu dan usia yang cukup
lanjut, perempuan bangsawan kerajaan Ingggris ini akhirnya wafat pada Januari
1963.
3. Rowland Allanson-Winn atau Lord Headley
(1855-1935)
Rowland Allanson-Winn atau Lord Headley merupakan Muslim
pertama yang masuk dalam Dewan Bangsawan setelah ia meraih gelar Baron Headly
pada 1913. Pada tahun yang sama, ia menjadi Muslim dan mengubah nama menjadi
Syekh Rahmatullah al-Farooq. Setahun setelahnya, ia menjadi kepala Masyarakat
Muslim Inggris.
Lahir di London pada 1855 dan menempuh
pendidikan di Westminster School dan Trinity College, Cambridge, Lord Headley
merupakan seorang Protestan sebelum belajar Katolik Roma. Aristokrat era
Kebangkitan Victoria ini kemudian menjalani karier militer dengan bertugas ke
Kashmir, India, pada 1890.
Di sana, ia tertarik ajaran Islam soal
toleransi. Dari Khwaja Kamaluddinlah Lord Headly belajar Islam, sebelum Perang
Dunia I pecah. Ia juga sempat berhaji ke Tanah Suci pada 1923. Ia wafat di
Inggris pada Juni 1935 dan meminta dimakamkan di permakaman Islam.
4. Marmaduke
Pickthall (1875-1936)
Muhammad Marmaduke Pickthall merupakan seorang ilmuwan
penganut Kristen Anglikan. Sebelum menjadi mualaf, Pickthall sempat belajar dan
bekerja di India dan Timur Tengah.
Penulis terkemuka ini kemudian menjadi mualaf
pada 1917 dan memublikasikan terjemahan Alquran dalam bahasa Inggris.
Terjemahan ini kemudian diakui oleh Universitas Al-Azhar, Mesir, dan jadi
standar penerjemahan Alquran di sana. Terjemahan Alquran Pickthall disebut
Times Literary Supplement sebagai pencapaian terbaik Pickthall.
Dalam pendahuluan terjemahan Alquran tersebut,
Pickthall mengakui, Alquran tak bisa diterjemahkan begitu saja. Tiap kata punya
arti sesuai konteksnya sehingga butuh padanan yang tepat.
Terjemahan tersebut, tulis Pickthall, adalah
secuil upaya untuk memahamkan penutur bahasa Inggris tentang Alquran.
Terjemahan itu tak dimaksudkan untuk mengganti bahasa Arab sebagai bahasa utama
Alquran karena memang bukan tempatnya.
Pria yang pernah duduk di kelas yang sama
dengan Winston Curchill di Harrow Public School itu memang dikenal pandai dalam
bahasa. Ia menguasai beberapa bahasa asing, termasuk Arab. Pickthall wafat di
Cornwall pada 1936 dan dimakamkan di permakaman Brookwood, Surrey, Inggris.
Saya merangkum tokoh-tokoh tersebut dari berbagai sumber seperti
Wikipedia dan republika. Saya sangat kagum bagaimana perjuang mereka menemukan Islam
dan berusaha mengubah stigma negatif tentang Islam di Inggris, walaupun bukan perjuangan
yang mudah namun mereka tak pernah menyerah hingga ajal menjemput. Dan karya-karya
mereka bisa dinikmati manfaatnya oleh penerus generasi Islam di Inggris maupun dunia.
Semoga menjadi tabungan akhirat mereka nantinya.
Jika dilihat perkembangan Islam di Inggris memang menunjukkan
angka yang fantasti selama 1 dekade terakhir, hal ini tidak terlepas dari banyak
nya imigran timur tengah yang masuk ke Inggris dan menjadi factor berkembangnya
Islam di Inggris. Begitu pula banyak dijumpai restoran berkonsep hala di jalanan
kota London yang memungkinkan para wisatawan muslim melakukan halal trip di London.
Comments
Post a Comment