Menjadi muslimah yang bijaksana
Dari judulnya sih gak istimewa
ataupun menarik, sengaja saya pilih judul ini untuk mengajak kita para muslimah
agar merenung kembali tentang esensi diri sebagai muslimah sejati. Muslimah sejati
yang sesuai dengan tuntunan Alquran dan sunnah. Menjadi muslimah yang bijak di
tengah tuntutan jaman yang mendekati hari akhir dengan segala lika-likunya
tentunya bukanlah perkara mudah, semudah membalik telapak tangan. Namun tentunya
kita selalu memiliki pilihan untuk menjadi seperti apa kita nantinya. Di sini
saya akan bercerita tentang pengalaman pribadi saya tentang beberapa kejadian
yang seharusnya tidak dilakukan oleh sesame muslimah terutama di depan umum
atau khalayak ramai.
saya saat memakai gamis design saya sendiri |
Suatu hari saya mendapat kesempatan
untuk mengikuti workshop kelas menulis di sebuah hotel di Surabaya selama 4
hari. Workshop tersebut diikuti oleh kurang lebih 25 peserta dari berbagai
daerah di Jawa Timur, termasuk saya salah satunya. Peserta sebelumnya diseleksi
terlebih dahulu oleh panitia workshop sebelum dinyatakan layak untuk mengikuti
workshop dan saya merasa bersyukur dan beruntung bisa mengikutinya walaupun
saya masih penulis amatiran. Dalam workshop tersebut ada Field tour ke sebuah
pabrik di kawasan Mojokerto dan sebelum nya semua peserta dibagikan kaos untuk
dipakai selama filed tour tersebut. Kaos yang dibagikan berlengan pendek yang
tentunya menjadi masalah bagi saya muslimah yang berhijab panjang. Dengan segera
saya bertanya kepada salah satu panitia wanita dan berhijab di situ “apakah
boleh saya tidak memakai kaos ini, namun saya memakai gamis dan khimar yang
senada dengan warna kaos yang dibagikan tadi? Mengingat saya berhijab Panjang”,
dengan segera si panitia muslimah tadi menjawab “gak boleh mbak harus tetep
pake kaos ini” dengan nada judes dan raut wajah yang menurut saya sudah gak
mengenakkan untuk dipandang. Tanpa menyerah kemudian saya bertanya kepada
panitia lain laki-laki saya kurang tau apakah dia muslim atau tidak dengan
pertanyaan yang sama yang saya tanyakan pada panitia wanita muslimah tadi,
jawabannya “gak bisa pake manset tangan Panjang aja kah mbak?” , lalu saya
jawab “saya gak bawa manset mas dan maaf mas walopun pake manset saya tetep ga
bisa pake kaos ini karena prinsip di agama saya gak boleh menampakkan aurat
termasuk pinggang yang jika pake kaos otomatis jadi body shape”, alhamdulillah
mas nya akhirnya mengerti dan membolehkan. Nah dari contoh kasus ini saja sudah
nampak bahwa panitia wanita muslimah tadi gak paham tentang esensi dan
pentingnya berhijab syari sehingga langsung mengatakan gak boleh harus pakai
kaos ini. Padahal menutup aurat itu wajib hukumnya dan berdosa besar jika
dilanggar, berhijab pun ada aturannya gak asal pake jilbab tapi pakaiannya
masih menyerupai laki-laki (memakai celana dan blus pendek). Saya sih bisa
mengerti mungkin mbaknya belum mendapat hidayah sampe kesitu untuk mengerti
esensi jilbab yang sesungguhnya tapi yang saya sesalkan kenapa dia gak bisa
berkata dan bertindak bijak sebelum melontarkan kalimat yang membuat seolah-olah
yang saya lakukan salah dan melanggar aturan. Apalagi dia mengatakan hal itu di
depan peserta lain yang saya tidak tau apa yang dipikirkan peserta lain setelah
mendengar hal tersebut. Keesokan harinya mbak yang muslimah tadi bilang ke saya
“ gak jadi dipake mbak kaosnya?”, saya jawab “gak mba ada tuh di kamar”, lalu
dia menjawab “ oh ya udah ga papa kok”. Entah karena dia menyesal atau karena
kesal saya gak mau ambil pusing.
Kejadian lain masih di acara workshop
menulis tadi, ada satu sesi dimana kita ditugaskan untuk menulis yang dibagi
berdasar tema yang kita pilih. Setelah itu masing-masing perwakilan kelompok maju
untuk presentasi seputar tema yang dipilih tadi. Ada salah satu kelompok yang
diwakili oleh seorang wanita muslimah berhijab , masih mahasiswa juga ketika
melakukan presentasi judul yang dipilih oleh anggotanya tiba-tiba nyeletuk
bilang “ mbak X ini lulusan pondok pesantren yang bagi saya gak banget deh” ,
saya langsung tersentak kaget bahkan teman sekamar saya yang non muslim yang
saat itu duduk di sebelah saya langsung nyeletuk “loh kok gitu sih mbaknya? Emang
salah ya kalo lulusan pondok? Emang kenapa?”, saya bilang sama dia “oh mungkin
dia keceplosan aja mungkin maksudnya gak gitu”, teman saya ini langsung
membalas celetukan saya dengan kalimat sedikit membuat para muslimah seharusnya
berpikir Panjang dan bisa bertindak bijak terhadap sesame muslimah terutama “
ya tapi gak bisa gitu donk, itu temenmu lo sama-sama muslimnya, kok bisa kamu
mencela temenmu di depan umum?” , nah kalo sudah begitu tentunya nama islam
yang menjadi buruk, buruk karena kelakuan para muslimah yang gak bertanggung
jawab terhadap apa yang dia katakan. Saya sendiri amat menyesalkan kejadian
tersebut, entah bagaimana perasaan teman yang dicelanya tadi, sayatidak dapat
membayangkannya. Sungguh seharusnya kita para muslimah harus terus belajar
bagaimana menjadi muslimah yang baik bukan hanya untuk diri sendiri tapi juga
untuk umat dan islam. Muslimah yang bijak tentunya mencerminkan didikan islam
yang sempurna. Saya sih mendoakan semoga mereka-mereka ini segera mendapat hidayah
dan menyadari kesalahan yang mereka lakukan.
Comments
Post a Comment